Kamis, 13 Desember 2012

arti sahabat

Cerpen Persahabatan Terbaik

Bagiku arti persahabatan adalah teman bermain dan bergembira. Aku juga sering berdebat saat berbeda pendapat. Anehnya, semakin besar perbedaan itu, aku semakin suka. Aku belajar banyak hal. Tapi ada suatu kisah yang membuat aku berpendapat berbeda tentang arti persahabatan. Saat itu, papa mamaku berlibur ke Bali dan aku sendirian menjaga rumah...

“Hahahahaha!” aku tertawa sambil membaca.

“Beni! Katanya mau cari referensi tugas kimia, malah baca komik. Ini aku menemukan buku dari rak sebelah, mau pinjam atau tidak? Kamu bawa kartu kan? Pokoknya besok kamis, semua tugas kelompok pasti selesai. Asal kita kerjakan malam ini. Yuhuuuu... setelah itu bebas tugas. PlayStation!” jelas Judi dengan nada nyaring.

Judi orang yang simpel, punya banyak akal, tapi banyak juga yang gagal, hehehe.. Dari kelas 1 SMA sampai sekarang duduk di kelas 2 - aku sering sekelompok, beda lagi kalau masalah bermain PlayStation – Judi jagoannya. Rasanya seperti dia sudah tau apa yang bakal terjadi di permainan itu. Tapi entah kenapa, sekalipun sebenarnya aku kurang suka main PlayStation, gara-gara Judi, aku jadi ikut-ikutan suka main game.

Sahabatku yang kedua adalah Bang Jon, nama sebenarnya Jonathan. Bang Jon pemberani, badannya besar karena sehari bisa makan lima sampai enam kali. Sebentar lagi dia pasti datang - nah, sudah kuduga dia datang kesini.

“Kamu gak malu pakai kacamata hitam itu?” Tanyaku pada Bang Jon yang baru masuk ke perpustakaan. Sudah empat hari ini dia sakit mata, tapi tadi pagi rasanya dia sudah sembuh. Tapi kacamata hitamnya masih dipakai. Aku heran, orang ini benar-benar kelewat pede. Aku semakin merasa unik dikelilingi dua sahabat yang over dosis pada berbagai hal.

Kami pulang bersama berjalan kaki, rumah kami dekat dengan sekolah, Bang Jon dan Judi juga teman satu komplek perumahan. Saat pulang dari sekolah terjadi sesuatu.

Kataku dalam hati sambil lihat dari kejauhan “( Eh, itu... )”.
“Aku sangat kenal dengan rumahku sendiri...” aku mulai ketakutan saat seseorang asing bermobil terlihat masuk rumahku diam-diam. Karena semakin ketakutannya, aku tidak berani pulang kerumah.
“Ohh iya itu!” Judi dan Bang Jon setuju dengan ku. Judi melihatku seksama, ia tahu kalau aku takut berkelahi. Aku melihat Judi seperti sedang berpikir tentangku dan merencanakan sesuatu.
“Oke, Beni – kamu pergi segera beritahu satpam sekarang, Aku dan Bang Jon akan pergoki mereka lewat depan dan teriak .. maling... pasti tetangga keluar semua” bisikan Judi terdengar membuatku semakin ketakutan tak berbentuk.

Karena semakin ketakutan, terasa seperti sesak sekali bernafas, tidak bisa terucapkan kata apapun dari mulut. “...Beni, ayo...satpam” Judi membisiku sekali lagi.

Aku segera lari ke pos satpam yang ada diujung jalan dekat gapura - tidak terpikirkan lagi dengan apa yang terjadi dengan dua sahabatku. Pak Satpam panik mendengar ceritaku – ia segera memberitahu petugas lainnya untuk segera datang menangkap maling dirumahku. Aku kembali kerumah dibonceng petugas dengan motornya. Sekitar 4 menit lamanya saat aku pergi ke pos satpam dan kembali ke rumahku.

“Ya Tuhan!” kaget sekali melihat seorang petugas satpam lain yang datang lebih awal dari pada aku saat itu sedang mengolesi tisu ke hidung Bang Jon yang berdarah. Terlihat juga tangan Judi yang luka seperti kena pukul. Satpam langsung menelpon polisi akibat kasus pencurian ini.

“Jangan kawatir... hehehe... Kita bertiga berhasil menggagalkan mereka. Tadi saat kami teriak maling! Ternyata tidak ada tetangga yang keluar rumah. Alhasil, maling itu terbirit-birit keluar dan berpas-pasan dengan ku. Ya akhirnya kena pukul deh... Judi juga kena serempet mobil mereka yang terburu-buru pergi” jawab Bang Jon dengan tenang dan pedenya.
Kemudian Judi membalas perkataan Bang Jon “Rumahmu aman - kita memergoki mereka saat awal-awal, jadi tidak sempat ambil barang rumahmu.”

Singkat cerita, aku mengobati mereka berdua. Mama Judi dan Ban Jon datang kerumahku dan kami menjelaskan apa yang tadi terjadi. Anehnya, peristiwa adanya maling ini seperti tidak pernah terjadi.
“Hahahahaha... “ Judi malah tertawa dan melanjutkan bercerita tentang tokoh kesayangannya saat main PlayStation. Sedangkan Bang Jon bercerita kalau dia masih sempat-sempatnya menyelamatkan kacamata hitamnya sesaat sebelum hidungnya kena pukul. Bagaimana caranya? aku juga kurang paham. Bang Jon kurang jelas saat bercerita pengalamannya itu.

“( Hahahahaha... )” Aku tertawa dalam hati karena mereka berdua memberikan pelajaran berarti bagiku. Aku tidak mungkin menangisi mereka, malu dong sama Bang Jon dan Judi. Tapi ada pelajaran yang kupetik dari dua sahabatku ini.

Arti persahabatan bukan cuma teman bermain dan bersenang-senang. Mereka lebih mengerti ketakutan dan kelemahan diriku. Judi dan Bang Jon adalah sahabat terbaikku. Pikirku, tidak ada orang rela mengorbankan nyawanya jika bukan untuk sahabatnya ( Judi dan Bang Jon salah satunya ).
Quote:
Contoh Cerpen Persahabatan Terbaik

Acara televisi sore ini tak satupun membuat aku tertarik. Kalau sudah begini aku bingung entah apa yang harus aku lakukan. Tio bersama Sany kekasihnya, sahabatku Ricky entah kemana? Mall, bioskop ataupun perpustakaan, bukan tempat yang aku suka, apalagi mesti pergi sendirian.

mmm…Pantai.

Ya pantai. kayaknya hanya pantailah, tempat yang mampu membuat aku merasa damai dan tak aneh jika aku pergi sendirian.


Kuambil jaket, lalu kusamber kunci dan pergi menuju garasi. Kukendarai mobil mama yang nganggur di sana. Papa dan mama lagi keluar kota, jadi aku bisa keluar dan mengendari mobilnya dengan leluasa.

Terik panas masih menyengat, walaupun waktu sudah menjelang sore. Namun tak membuat manusia-manusia di Ibukota berhenti beraktivitas meskipun di bawah terik matahari yang mampu membakar kulit. Jalan-jalan macet seperti biasanya. Dipenuhi mobil dari merek ternama ataupun yang sudah tak layak dikendarai.

Lalu di depan kulihat pemandangan lain lagi. Pedagang kaki lima duduk lesu menunggu pelangannya.

Krisis yang melanda membuat banyak orang hati-hati melakukan pengeluaran, bahkan untuk membeli jajan pasar.Walaupun tak seorang yang menghampirinya, namun dia tetap semangat menyapa orang-orang yang lewat dan akhirnya ada juga satu pembeli yang menuju arahnya.

Sekilas kulihat orang itu kok mirip sekali dengan Ricky. Kugosok-gosok mataku, menyakinkan pandanganku. Kutepikan mobilku, lalu aku berhenti di tepi jalan itu. Dengan setengah berlari, aku mengejar sosok itu.

Ah…kendaraan sore ini banyak sekali, sehingga membuat aku kesulitan untuk menyeberang jalan ini. Tapi akhirnya terkejar juga, dengan nafas tersengal-sengal, kujamah bahunya.

“Ky!” seruku tiba-tiba, sehingga membuatnya terkejut.

“Anda siapa?” tanya Ricky pura-pura tak mengenalku.

“Ky. Sekalipun kamu jadi gembel , aku akan tetap menggenalmu.” jelasku mendenggus kesal.

“Sudahlah, Sophia, jangan membuat aku terluka lagi.” tukasnya begitu sinis seraya beranjak pergi.

“Ky…Ky…knapa kamu tak pernah mau mendengarkan penjelasanku!” teriakku sekeras-kerasnya. Namun bayangan Ricky semakin menjauh dan akhirnya tak kelihatan.

-----

Ricky, Tio dan aku adalah sahabat karib dari kecil. Setelah tumbuh besar, aku tetap mengganggap Ricky adalah sahabat terbaikku, tapi Ricky punya rasa berbeda dari persahabatan kami. Yang aku cintai adalah Tio. Ini yang membuat Ricky menjauhiku. Tapi yang Tio cintai bukan aku, tapi Sany, teman sekelasnya.

Cinta, sulit di tebak kapan dan di mana berlabuh!

Banyak orang tak bisa terima, jika cintanya ditolak, tapi bukankah cinta tak mungkin dipaksa?

Tak mendapatkan cinta Tio, tak membuatku menjauh darinya, tapi aku akan tetap menjadi sahabat baiknya. Walaupun ada sedikit rasa tidak puas, kadang rasa cemburu menganggu hati kecilku, saat kutahu untuk pertama kali, orang yang Tio cintai adalah orang lain.

Aku harus bisa menerima keputusannya , walaupun terasa berat . Bukankah, kebahagian kita adalah melihat orang yang kita cintai hidup berbahagia, baik bersama kita atau tidak?

Tapi tidak dengan Ricky, dia lebih memilih, meninggalkanku, mengakhiri persahabatan manis kami. Pergi dan aku tak pernah tahu kabarnya. Tapi apapun yang terjadi, aku akan selalu berharap suatu saat kami akan dipertemukan lagi.

Karena bagiku, cinta dan persahabatan adalah dua ikatan yang sama. Ikatan yang tak satupun membuat aku bisa memilih satu diantaranya.

-----

Sudah seminggu, setiap hari, aku datang kepersimpangan ini. Berharap bisa melihat sosok Ricky lewat disekitar sini lagi. Tapi, Ricky hilang bagai ditelan bumi. Aku hampir putus asa.

Aku sudah capek menunggu, akhirnya aku bangun dan ingin beranjak pergi. Knapa tiba-tiba, indera keenamku, memberiku insting, kalau Ricky ada di sekitarku.

Kubalikan kepala, kulihat sosok Ricky setengah berlari menyeberang jalan di belakang posisiku. Aku berlari menggejar sosok itu. Kuikuti dia dari belakang. Aku pingin tahu dimana dia berada sekarang.

Akhirnya kulihat Ricky, masuk ke sebuah gang kecil, kuikuti terus , sampai akhirnya dia masuk ke sebuah rumah yang sangat sederhana.

“Knapa Ricky lebih memilih hidup disini, daripada di rumah megah orangtuanya?”

”Knapa dia, tinggalkan kehidupannya, yang didambakan banyak orang?”

”Knapa semua ini dia lakukan?”

“Knapa?”

Banyak pertanyaan yang tiba-tiba muncul di kepalaku.

Setelah dia masuk kurang lebih 10 menit, aku masih berdiri terpaku dalam lamunanku, dengan pertanyaan-pertanyan yang jawabanya ada pada Ricky. Aku dikejutkan suara seekor anak anjing jalanan, yang tiba-tiba menggonggong.

Aku memberanikan diri memencet bel di depan rumahnya itu.

“Siapa?” terdengar suara dari balik pintu.

Aku diam, tak memberi jawaban. Setelah beberapa saat aku lihat Ricky pelan-pelan membuka pintu. Nampak keterkejutannya saat melihatku, berada di depannya.

“Ky…boleh aku masuk?” tanyaku hati-hati.

“Maukah kamu memberikan sahabatmu ini, segelas air putih.” ujarku lagi.

Tanpa bicara, Ricky mengisyaratkan tangannya mempersilahkan aku masuk. Aku masuk keruangan tamu. Aku terpana, kulihat rumah yang tertata rapi. Rumah kecil dan sederhana ini ditatanya begitu rapi, begitu nyaman. Kulihat serangkai bunga matahari plastik terpajang di sudut ruangan itu.

“Ricky, kamu tak pernah lupa, aku adalah penggagum bunga -bunga matahari.” gumanku.

Dan sebuah akuarium yang di penuhi ikan berwarna-warni, rumput-rumput dari plastik dan karang-karang di dalamnya. Ricky tahu betul aku penggagum keindahan pantai dan laut. Walaupun hal-hal ini dulunya, setahuku, kamu tak menyukainya. Kulihat juga banyak foto persahabatan kami yang di bingkainya dalam bingkai kayu yang sangat indah, terpajang di dinding ruang tamu ini.

Bulir-bulir air mataku, perlahan-lahan mulai tak mampu aku bendung. Aku benar-benar terharu dengan semua yang Ricky lakukan. Begitu besar cinta Ricky buatku. Kupeluk dia, yang aku sendiri tak tahu, apakah pelukan ini adalah pelukkan seorang sahabat ataupun sudah berubah menjadi pelukan yang berbeda?

Ricky kaget, namun akhirnya dia membalas pelukanku, dan memelukku lebih erat lagi , seakan-akan ingin menumpahkan segala rindu yang sudah hampir tak terbendung dalam hatinya.

Kami menghabiskan sore ini dengan berbagi cerita, pengalaman kami masing-masing selama perpisahan yang hampir 2 tahun lamanya dan akhirnya Ricky mengajakku makan, ke sebuah restoran kecil yang sering dikunjunginya seorang diri, di dekat rumahnya. Terdengar alunan tembang-tembang romatis , suasana hening, membuat kami terbuai dalam hangatnya suasana malam itu.

---------

Sekarang Ricky sudah tahu, Tio sudah bersama Sany. Kami sekarang menjadi 4 sekawan. Sany juga telah menjadi anggota genk kami.

Ternyata setelah aku mengenalnya lebih lama, Sany adalah sosok yang sangat baik hati, menyenangkan, ramah dan peduli dengan sahabat. Ah…menyesal aku tak mengenalinya lebih dalam sejak dulu.

“Ky , biarlah semua berjalan apa adanya, mungkin cinta akan pelan-pelan muncul dari hatiku.” ujarku suatu hari, saat Ricky mengungkit masalah ini lagi.

“Oke, aku akan selalu menunggumu. Sampai kapapun. Karena tak akan ada seorangpun yang mampu membuatku jatuh cinta . Hanya kamu yang mampu membuat aku damai, tenang dan bahagia.” jelasnya panjang lebar

Sekarang aku memiliki tiga orang sahabat baik. Tak akan ada lagi hari-hariku yang kulalui dengan kesendirian, kesepian dan kerinduan.

Hampir setiap akhir pekan, kami menghabiskan waktu bersama, ke pantai, ke puncak ataupun hanya sekedar berkaroke di rumah sederhana Ricky. Hidup dengan tali persahabatan yang hangat, membuat hidup semakin berarti dan lebih bahagia.

-----

Waktu berjalan begitu cepat. Tiga tahun sudah berlalu. Kebaikan-kebaikan Ricky mampu membuat aku merasa butuh dan suka akan keberadaannya di sampingku. Rasa itu pelan-pelan tumbuh tanpa kusadari dalam hatiku.

Aku jatuh hati padanya setelah melalui banyak peristiwa. Cinta datang, dalam dan dengan kebersamaan.

Apalagi dengan sikap dan perbuatan yang ditunjukannya. Membuat aku merasa, tak akan ada cinta laki-laki lain yang sedalam cinta Riky.

Sekarang Ricky bukan hanya kekasih yang paling aku cintai tapi juga seorang sahabat sejati dalam hidupku.
Quote:


Keesokan harinya, farel sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. langsung bersiap - siap untuk kesekolah. mamanya aja sampai heran. Biasanya kan farel baru bangun kalau udah di bangunin. itu juga harus pake olah raga suara alias teriak - teriak. la ini?. Selesai sarapan farel langsung tancap gas.
Setengah jam sebelum bel farel sudah stanby di sekolah. Pak danang, penjaga sekolah juga sempat hewan waktu melihat wujudnya pertama kali. Gimana nggak biasanya paling cepet ia baru datang lima menit sebelum bel, seringnya sih lima menit setelah bel.Dan untuk masuk juga harus nyogok dulu pake makanan baru bisa masuk. Tapi kok sekarang tumben banget.
"Tenang pak. Mulai sekarang saya udah tobat" kata farel karena pak danang masih menatapnya heran.
"Yah.... udah nggak ada jatah sarapan lagi donk. e,.. Tapi nggak papa deh. Mungkin ini lebih baik " keluhnya sambil tersenyum.
farel juga ikutan tertawa mendengarnya. Setelah pamit ia segera menuju ke kelasnya. Hal yang sama lagi - lagi ia dapatkan. tatapan heran para sahabat nya juga terarah padanya.
"Woi, mimpi apa loe tadi malem?" komentar andika begitu farel duduk di sampingnya.
"Kejatuhan bulan" sahut farel ngasal.
Sejenak di edarkan pandangannya ke sekeliling. masih sepi. Emang belum banyak teman - temannya yang datang. Tak sengaja Matanya tertuju pada sosok chika yang sedang asik membaca buku. Gila masih pagi udah baca buku.
Setelah meletakan tas ke laci mejanya, farel bangkit berdiri. Walau awalnya sedikit ragu namun tetap di hampirinya chika. Para sahabatnya saling berpandangan heran tapi nggak ngomong apa - apa . Mereka hanya memperhatikan ulah nya yang dirasa sedikit aneh.
"Hei, gue mau ngomong sebentar sama loe".
Chika yang sedang asik membaca kaget mendapati farel yang tiba - tiba ada di depan mejanya. Sejenak ia menoleh ke kanan, kiri dan belakang. Tapi nggak ada siapa - siapa. Apa mungkin farel ngomong sama dia?.
"Gue?" chika menunjuk dirinya sendiri.
"Ia" angguk farel membenarkan.
"Apa?" chika masih bingung.
"Tapi nggak di sini juga kali. loe ikut gue" sahut farel yang membuat chika makin bingung.
"Kenapa?".
"Udah, jangan banyak tanya. loe ikut aja"
Tanpa menunggu jawaban atau penolakan, farel meraih tangan chika untuk di ajaknya keluar. Walau chika masih merasa heran tak urung ia ikut juga.
"Kenapa tu anak?" tanya rio pada andika.
"Loe nanya ma gue?" Andika balik bertanya.
"Memang nya gue harus nanya sama nenek loe?" ledek Rio kesel.
"He he. ya mana gue tau" Andika angkat bahu.

Begitu keluar dari kelasnya, farel membawa chika ke bawah pohon jambu yang banyak tumbuh di pekarangan sekolah. Kebetulan masih sepi karena anak - anak yang laen memang belum banyak yang datang. Tapi belum juga sampai ke tempat yang di tuju, Chika menghentikan langkahnya.
" Kenapa?" tanya farel heran.
"Gue bisa jalan sendiri kali. Jadi loe bisa lepasin tangan gue nggak?".
"Farel yang dari tadi tidak menyadari kalau ia mengandeng tangan chika langsung melepaskan gengamannya. Ia sendiri jadi salah tingkah karena hal tersebut.
"Sory".
"Emang nya loe mau ngomong apa?" tanya chika menalihkan pembicaraan.
"Ehem...e " Untuk sejenak farel mengehembuskan nafasnya. "Soal kemaren loe cerita sama siapa aja?" sambung farel beberapa saat kemudian.
"Soal apa?" chika balik bertanya.
"Ya soal kemaren. kalau sebenernya yang ngisi pr gue itu ternyata elo"
"O.... itu?. nggak ada" balas chika.
Chika masih merasa sedikit bingung juga takut kenapa Farel tiba - tiba menanyakan masalah itu. Jangan - jangan ia mau marah lagi.
"Nggak seorang pun?" tanya farel lagi. Chika membalas dengan gelengan kepala.
"Termasuk sahabat loe, Clara?".
"Ia"
"Bagus deh. Gue cuma mau minta sama loe. Tolong jangan ceritain ini sama siapa - siapa. Apalagi sampai sahabat - sahabat gue tau kalau secara nggak langsung kemaren itu gue nyontek sama loe. Oh ya, sekalian gue juga minta maaf soal kemaren karena udah sok di depan loe" pinta farel.
Sejenak Chika menatap farel lurus. Kemudian sebuah senyuman terukir manis di sudut bibirnya.
"Kenapa loe tersenyum?" tanya farel heran.
"Nggak kenapa - napa si. Cuma sedikit heran aja sama sikap loe hari ini. Emang bener ya kalau tadi malam itu loe mimpi kejatuhan bulan" tambah chika yang kali ini tidak mampu menahan tawanya.
"Sialan loe. ya nggak lah" sahut farel ikutan tertawa.
Tak terasa hari sudah semakin siang. Teman - teman yang lain juga sudah mulai berdatangan.
"Ya udah. Gue cuma mau ngomong itu doank kok. kalau gitu sekarang gue mau kekelas dulu " Panit farel sambil berbalik.
Chika hanya berjalan mengekor di belakangnya.
"Kok loe ngikutin gue si?" tanya farel heran.
"Siapa yang ngikutin?".
"Elo. Terus kalau nggak kenapa loe jalan di balakang gue?".
"Loe mau ke kelas kan?" bukannya menjawab chika malah balik bertanya. *jangan heran, udah jadi ciri khas cerpen di star night kalau di tanya malah balik nanya*.
"Ia?" angguk farel.
"Ya sama. gue juga mau langsung ke kelas" balas chika santai.
"Ya udah jangan ngikutin gue. Balik aja kekelas loe".
"Nie juga gue lagi jalan mo kekelas. bukannya mo ngikutin elo. Lagian gimana si, bukannya kita sekelas ya?".
"Eh ia ya,... sory gue lupa" farel garuk -garuk kepalanya salting.
"Elo kenapa si?. Beneran aneh deh. sumpah" Kata Chika heran. Saat itu kebetulan mereka sudah sampai tepat di depan kelasnya. "Jangan - jangan loe masih tidur lagi" sambungnya lagi.
"Ya nggak lah. Ada - ada aja loe" Balas Farel sambil tertawa lepas.
Chika ikutan tertawa sambil melankah masuk menuju bangkunya. Begitu juga farel. Tatapan heran dari sahabatnya sama sekali tidak diindahkannya.
"Loe abis dari mana?" tanya Clara begitu chika duduk di sampingnya.
"Dari luar" Balas chika sambil mengeluarkan buku dari dalam tasnya karena barusan bel sudah terdengar. Pasti sebentar lagi pelajaran biologi akan dimulai.
"Kok barengan sama Farel?" tanya clara yang masih merasa belum puas. Kebetulan saat farel mengajak chika tadi ia belum datang.
"emangnya nggak boleh?".
"Boleh si harusnya. Cuma sejak kapan loe akrab sama tu anak. Pake acara ketawa bareng lagi".
"He he... sejak tadi. Lagian loe kenapa si nanya mulu?".
"Karena gue masih heran. Emang nya loe ada urusan apa sama dia?".
"Top secret!" Balas chika sambil tertawa membuat clara cemberut.
Saat clara ingin kembali buka mulut, chika sudah terlebih dahulu mengisaratkan untuk diam karena pak rifai sudah ada di ambang pintu.

Sepertinya kejutan pagi ini belum cukup, karena tanpa ada angin tanpa ada hujan Pak rifai datang dengan setumpuk soal ulangan. close book lagi. Hal ini jelas saja membuat semuanya protes, Tapi dalam hati. Mana ada yang berani ngomong secara pak rifai kan memiliki tampang kayak teacher di Gurukul dalam filem mohabaten. filem Hindi favoritnya star night. Jadi mana ada yang berani protes.
Seketika suasana kelas hening kayak di kuburan. Eh nggak ding, Itu terlalu lebay kayaknya. semua siswa mengeluarkan kertas selembar. Sementara vino yang di tugas kan oleh pak rifai untuk mengumpulkan buku catatan langsung beraksi melakukan yang terbaik. Ini tentu saja menambah siswa yang tidak belajar makin mengkeret. Termasuk farel dan para sahabatnya.
Waktu terus berjalan. Sisa waktu masih setengah jam sebelum pelajaran berakhir. pak rifai masih setia mondar - mandir kayak setrikaan untuk mengawasi siswanya. Begitu sampai di samping chika langkahnya terhenti begitu mendapati sang target sedang menutup penanya.
"Kamu sudah selesai chika?".
Pertanyaan yang di lontarkan pak rivai sukses menarik perhatian anak - anak yang laen. Secara tuh soalkan njelimet banget susahnya.
"Udah pak".
Suara lirih Chika menarik perhatian sahabat sebangunya yang menatap tajam. Asli nggak percaya.
Pak rifai segera menelitai hasil kerja chika. setelah beberapa saat kemudian.
"Bagus. Kalau gitu silahkan kamu istirahat duluan. Bapak nggak mau ada yang nyontek sama kamu".
"Baik pak" sahut chika sambil mengemasi buku - bukunya.
"Clara, Gue ke perpus dulu ya" pamit chika sebelum berlalu keluar diikuti tatapan takjub dari seluruh penghuni kelas.
"Gila tu anak. Gue aja setengahnya juga belom. Masa dia udah selesai. Yang benar saja lah" Bisik andika ke Farel.
"Ia nih. Mana susah banget lagi. Liat punya loe donk" balas Farel balik berbisik.
"Ehem...!".
Deheman pak rifai membuat nyali farel dan sahabatnya ciut. cep. Pada diem.

Begitu bel berbunyi, Pak rifai meminta semua muridnya untuk mengumpulkan kertas ulanganya. Terserah udah selesai atau belum.
"Idih. Kayak monster banget si. Ngasi ulangan dadakan. semaunya aja" Gerut Arfan begitu bayangan pak rifai sudah tak terlihat.
"Ia mana tadi gue belom kelar lagi. Heh pasti ancur deh nilai ulangan gue kali ini" tambah Rio.
"Tapi chika hebat ya?. padahal kan tadi masih ada sisa waktu setengah jam, kok dia udah selesai ya?" Puji varian.
" Ia tu anak emang brilian banget" salsa nambahin.
Vivi dan para sahabatnya lebih memilih kabur dari pada kuping nya makin panas mendengar pujian yang nggak penting.